berbagai cara menebak bola juara Piala Dunia 2024
Timnas Prancis, dengan ujung tombaknya Kylian Mbappe, diprediksi bakal juara di Qatar, namun ulangan seperti ini - dalam sejarrah -jarang terjadi di turnamen sepak bola jagat dunia itu.
Jawabannya: sama-sama berupaya memprediksi juara Piala Dunia.
Namun, motifnya bermacam-macam. Bandar judi, misalnya, ingin mengeruk uang berlimpah dari para penjudi yang tebakannya salah.
Adapun lembaga-lembaga keuangan ingin memperlihatkan keakuratan model-model peramalan yang lazim guna memprediksi pergerakan pasar.
Namun demikian ketidakpastian permainan sepak bola sangat menghambat keakuratan model mereka.
Logika serupa berlaku untuk urusan ramal-meramal yang berbau "mistis", seperti sosok peramal Athos Salome dari Brasil.
Pria ini, yang pernah mengklaim berhasil meramal pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina, menganggap keberhasilan meramal hasil akhir laga sepakbola adalah semacam validasi "kekuatan" mereka.
Dan, jangan lupakan pula kehadiran para pengamat sepak bola - diwakili para pemain dan pelatih - yang diberi tempat oleh media di seluruh dunia menjelang turnamen itu digelar. Tentu saja, tebakan mereka acap kali tidak akurat.
Asosiasi sepak bola dunia, FIFA, memperkirakan lima miliar orang menonton laga-laga yang digelar di Qatar pada tahun ini.
"Kebiasaan berjudi terkait keinginan manusia demi kepuasan, apakah itu soal duit atau sedikit kegembiraan, bahkan ketika tanpa uang di dalamnya," kata Profesor Robert Simmons, ahli ekonomi Universitas Lancaster, Inggris.
Ironinya, Piala Dunia adalah turnamen yang sulit sekali diprediksi. Kekalahan mengejutkan tim favorit, seperti Argentina yang ditekuk Arab Saudi dan kekalahan Jerman dari Jepang, menunjukkan betapa berisikonya mengikuti prediksi apa pun.
Dengan mengingat hal itu, berikut adalah cara-cara masyarakat mencari semacam pegangan - walaupun mungkin tidak akurat.
BBC tidak menyarankan apapun dari metode-metode ini.
Algoritma dan kecerdasan buatan adalah cara terbaru untuk memprediksi negara mana yang bakal mengangkat trofi Piala Dunia pada 18 Desember nanti.
Metode ini ramai diperbincangkan saat diperkenalkan oleh Alan Turing Institute, pusat riset utama ilmu data dan kecerdasan buatan, di Inggris.
Para ilmuwan di lembaga tersebut menjalankan 100.000 simulasi komputer dari 64 laga selama Piala Dunia, dengan menggunakan hasil dan statistik sebelumnya.
Pemenang lima kali trofi ini, yakni Brasil, berada di posisi teratas nyaris satu dari empat kali simulasi, diikuti Belgia dan pemenang dua kali turnamen ini, Argentina dan Prancis.
Terbukti, ramalan Argentina bakal memenangi laga itu kini menjadi goyah setelah mengetahui hasil akhir laga awalnya.
"Kami tentu saja tidak akan merekomendasikan, siapa pun yang bertaruh, pada salah satu prediksi kami," kata lembaga itu dalam sebuah pernyataan.
"Tidak peduli seberapa bagus model Anda, sepak bola adalah permainan acak."
Memang, beberapa lembaga keuangan, termasuk Goldman Sachs, UBS dan ING salah menentukan siapa pemenang pada dua turnamen terakhir.
Tentu saja ada pengecualian, ketika Liberium Capital yang berbasis di London, dengan ahli strategi Joachim Klement, mengembangkan algoritma yang secara tepat memprediksi Jerman sebagai pemenang Piala Dunia 2014 dan Prancis di Piala Dunia 2018.
Tapi bukankah perhitungan itu semata-mata acak? Bahkan Klement berujar faktor acak itu memainkan faktor yang lebih dominan ketimbang lainnya.
Dia mengatakan kepada situs berita keuangan Marketwatch bahwa modelnya hanya menentukan 45% peluang tim untuk memenangkan turnamen, dan 55% sisanya adalah keberuntungan belaka.
Panda, alpaka, musang dan unta adalah hewan-hewan yang dimintai ramalannya saat Piala Dunia.
Ingatkah Anda betapa kita begitu tergila-gila Paul si Gurita. Hewan bertubuh lunak ini tampil sebagai "peramal" yang disanjung setelah serangkaian prediksinya benar selama Piala Dunia 2010 - termasuk Spanyol sebagai pemenang turnamen.
Paul, asal kota Oberhausen, Jerman, dihadiahi dua kotak berisi makanan, masing-masing dihiasi dengan bendera tim yang akan berlaga. Dia memilih kotak "benar" pada 12 dari 14 kesempatan.
Yang menyedihkan, Paul mati beberapa bulan setelah turnamen sepak bola itu berakhir.
Namun, para ilmuwan terus mempertanyakan "kekuatan psikis" semacam itu.
Dalam kasus Paul, bahkan ada kecurigaan ilmiah bahwa gurita lebih tertarik pada garis-garis horizontal daripada vertikal, yang dapat menjelaskan preferensi beberapa bendera nasional.
Dan akhirnya, kita perlu membicarakan tentang efek Bayern Munich dan Inter Milan. Sejak 1982, setidaknya satu pemain dari tim Jerman dan Italia ini tampil di final Piala Dunia.
Mungkinkah hal itu terulang di Qatar? Bayern memiliki 17 pemain di Piala Dunia 2022 di tim nasional yang berbeda, sementara Inter memiliki enam pemain.
Fakta ini barangkali menghibur sejumlah fans Argentina yang putus asa - striker Lautaro Martinez adalah salah satu pemain top Inter Milan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar